kultum
#repost
Hari ini Jumat, sebuah rutinitas pagi jumat yang ada di sekolah-sekolah di kota Padang ini adalah Kultum (kuliah tujuh menit) atau juga sering disebut muhadarah. Sebagai seorang guru aku berusaha untuk datang tepat waktu, pukul 07.15 WIB bel masuk sudah dibunyikan. Seluruh siswa harus sudah ada di lapangan untuk mengikuti kegiatan kultum ini. Masih bingung dengan apa yang akan kulakukan, aku hanya terdiam memperhatikan siswa-siswa yang sibuk mencari tempat duduk sesuai dengan papan nama kelasnya. Sebuah teguran melayang padaku.
”Bu Vira, silakan ke lapangan mengawasi siswa biar mereka tak ribut saat ceramah nanti.” walau sudah dua hari dipanggil dengan sebutan ibu, tapi aku masih sering merasa asing dengan sebutan ini. Terlebih jika guru-guru senior yang memanggil dengan sebutan itu.
”e, iya bu.”
Aku berjalan menuju barisan-barisan siswa. Saat aku mendekati mereka, mereka mulai berbisik-bisik ”hust, ada ibuk.” Terbayang dahulu saat seusia mereka, dimana aku dan teman-teman lainnya akan diam kalau guru sudah ada di dekat kami. Ah, ternyata prilaku siswa di usia segini di abad keberapapun tampaknya sama.
Kurang lebih tiga pulah menit, acara kultum yang diikuti pengajian, pembacaan asmaul husna selesai. Aku yang sedari tadi berdiri di belakang siswa rasanya bersyukur sekali. Ternyata bukan mudah menjadi guru pikirku.
Hari ini Jumat, sebuah rutinitas pagi jumat yang ada di sekolah-sekolah di kota Padang ini adalah Kultum (kuliah tujuh menit) atau juga sering disebut muhadarah. Sebagai seorang guru aku berusaha untuk datang tepat waktu, pukul 07.15 WIB bel masuk sudah dibunyikan. Seluruh siswa harus sudah ada di lapangan untuk mengikuti kegiatan kultum ini. Masih bingung dengan apa yang akan kulakukan, aku hanya terdiam memperhatikan siswa-siswa yang sibuk mencari tempat duduk sesuai dengan papan nama kelasnya. Sebuah teguran melayang padaku.
”Bu Vira, silakan ke lapangan mengawasi siswa biar mereka tak ribut saat ceramah nanti.” walau sudah dua hari dipanggil dengan sebutan ibu, tapi aku masih sering merasa asing dengan sebutan ini. Terlebih jika guru-guru senior yang memanggil dengan sebutan itu.
”e, iya bu.”
Aku berjalan menuju barisan-barisan siswa. Saat aku mendekati mereka, mereka mulai berbisik-bisik ”hust, ada ibuk.” Terbayang dahulu saat seusia mereka, dimana aku dan teman-teman lainnya akan diam kalau guru sudah ada di dekat kami. Ah, ternyata prilaku siswa di usia segini di abad keberapapun tampaknya sama.
Kurang lebih tiga pulah menit, acara kultum yang diikuti pengajian, pembacaan asmaul husna selesai. Aku yang sedari tadi berdiri di belakang siswa rasanya bersyukur sekali. Ternyata bukan mudah menjadi guru pikirku.
Komentar
Uni uni,,,
Ingat jaman dahulu,,,
waktu acara maulid nabi,,,
kita kan jugau luk itu...
^-^...
Ni... Uni,,,
cerpen-cerpen uni di masuak ka ke sini dong Ni.,.
atau ke email qu ajau,,,
kan lumayan
sebagai bahan bacaan,,, hehehe
iy y sar????